Oleh: Ra Azis Ashari, MHI (Ketua PD. Muhammadiyah Pamekasan dan Dosen IAI Al-Khairat Pamekasan)
Setelah sebelas bulan kita meninggalkan Ramadan tahun lalu, kemudian mengerjakan aktivitas harian, tentu ada beberapa kemungkinan terjadi pada diri kita. Pertama, tak terasa kita menjauh dari Allah ditandai dengan kualitas dan kuantitas ibadah yang menurun rasa syukur, sabar dan ikhlas yang juga menurun. Semua itu bisa terjadi karena berbagai kesibukan yang kita hadapi selama 11 bulan.
Kedua, kita termasuk orang yang lalai dalam menjemput rahmat Allah. Bagaimana tidak, sebenarnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah mengingatkan kepada kita melalui para ulama dengan kajian-kajian dan nasihat-nasihat mereka, adzan yang dikumandangkan oleh muadzin, kematian orang-orang di sekeliling kita, bencana yang kita saksikan dengan mata kita dan sebagainya.
Hanya saja, kita lalai dan tidak bersegera menjemput kebaikan dengan ketaatan kepada-Nya. Tentu, itu terjadi karena aktivitas keduniaan yang menyibukkan kita sehari-hari. Sehingga, tanpa terasa kita semakin menjauh dari-Nya.
Melalui dan dimulainya bulan Ramadan ini, kita diberi peluang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk kembali mendekat kepada-Nya dengan kegiatan-kegiatan amal ibadah yang dapat membenahi urusan kita.
Hati kita dan juga dapat memompa kembali semangat ketaatan kita kepada-Nya, ibarat handphone energinya sudah drop dan perlu recharge (di cas ulang). Kita perlu mencharger ulang energi iman kita yang sudah mulai melemah dari mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Swt berfirman dalam Surah Thaha ayat yang ke 82:
{ وَإِنِّي لَغَفَّارٞ لِّمَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا ثُمَّ ٱهۡتَدَىٰ }
“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertaubat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.”
Ayat ini memberikan isyarat bahwa “pintu langit” senantiasa terbuka bagi kita yang sudah jauh dari jalan-Nya. Jika kita kembali dengan berbagai kebajikan yang sejalan dengan petunjuknya. Pada surah Al-Maidah ayat yang ke 39:
{ فَمَن تَابَ مِنۢ بَعۡدِ ظُلۡمِهِۦ وَأَصۡلَحَ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَتُوبُ عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ }
“Tetapi barang siapa bertaubat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Ayat di atas bahkan secara spesifik membuka ruang bagi kita yang telah terjerembab dalam lumpur dosa akibat lebih asik melampiaskan hawa nafsu, mendekati larangan-Nya, meminum khamar (miras dan narkoba), berzina, berjudi, membunuh, mendatangi dukun dan sebagainya.
Maka, jika kembali “menghadap” kepada-Nya dengan memohon ampunannya, berusaha maksimal mengerjakan amal shalih, maka Allah Swt akan menghamparkan keridhaan-Nya. Pada surah al-Qasas ayat 67 Allah Swt juga berfirman:
{ فَأَمَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَعَسَىٰٓ أَن يَكُونَ مِنَ ٱلۡمُفۡلِحِينَ }
“Maka adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan kebajikan, maka mudah-mudahan dia termasuk orang yang beruntung.”
Pada ayat ini, Allah Swt menerangkan akan memberikan jalan menuju keberuntungan dunia akhirat bagi kita yang kembali (bertaubat) dengan menyesali kekhilafan kita dan atas dasar keinginan mendapatkan keridhaan-Nya karena iman kepada-Nya. Kemudian, dikukuhkan dengan melaksanakan amal kebajikan dengan mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya.
Pada intinya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menerima taubat hamba yang bertaubat serta akan menerima amal shalih hamba-Nya yang beramal shalih. Kita bertaubat kepada-Nya dengan menyesali kelalaian, kealpaan, dan keburukan diri diungkapkan dalam bentuk istighfar (memohon ampunan-Nya).
Lalu, dikuatkan dengan memperbanyak amal shalih berupa amal ibadah ritual dan amal sosial sebagai bukti bahwa kita kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Serta kembali mengharap rahmat, ampunan dan kebaikan-kebaikan-Nya didunia dan akhirat.