Sedekah di bulan suci ramadhan
Opini  

Menuju Baldah Thoyyibah

banner 120x600
Sedekah di bulan suci ramadhan

Oleh: Ra Azis Ashari, M.H.I (Ketua PD. Muhammadiyah Pamekasan dan Dosen IAI Al-Khairat Pamekasan)

Saat ini kita berada dibulan agustus, dimana bangsa Indonesia sedang merayakan HUT ke 80.
Ditengah-tengah hiruk pikuk HUT, bangsa kita dihadapkan pada peristiwa pengungkapan kekecewaan kepada pemimpin bangsa, karena kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat yaitu masyarakat sejahtera adil dan beradab.

Pengungkapan kekecewaan itu diungkapkan dengan berbagai bentuk, ada yang berbentuk bendera, ada berbentuk puisi dan lagu, ada yang berbentuk video, opini dan sebagainya.

Harapan dari ungkapan dan ekspresi mengkritik pemerintah itu tidak lain dalam rangka menginginkan pemerintah yang adil dan berpihak pada kepentingan hajat hidup masyarakat yaitu kesejahteraan sosial.

Namun demikian pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa pemimpin itu cerminan dari masyarakatnya? …

Allah SWT berfirman:
{ وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ }
[Surat Al-A’raf: 96]

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.

Seandainya penduduk suatu bangsa bertakwa kepada Allah dengan tidak hanya menjaga shalatnya, puasanya, dzikirnya dll (sebagai Hablum minallah) tetapi juga ia bertakwa dengan menjaga amanah, berperilaku adil (dalam konteks pemilu tidak mengambil keuntungan dunia ketika memilih) (sebagai takwa berbentuk Hablum minannas) maka Allah pasti akan menghadirkan kebaikan dan kesejahteraan sebagai wujud keberkahan darinya.

Hanya saja mayoritas penduduk bangsa berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri dan tidak adil terhadap Allah SWT. Allah menganugerahkan berbagai perlengkapan fisik kepada kita agar supaya kita beribadah kepada Allah SWT dengan ibadah mahdhah juga beribadah dengan kemampuan kemampuan kita berbuat baik (Ta’awuh) pada sesama.

Sebagian masyarakat kita sebagian melakukan kemaksiatan – diantaranya mengangkat pemimpin dengan mengambil keuntungan duniawi-, sebagian yang lain ia bermaksiat dengan diam ketika melihat kemungkaran, bukankah kata sayyidina Ali RA, orang yang diam melihat kemungkaran adalah setan yang bisu.

Selama kita tidak bertakwa kepada Allah SWT secara utuh dengan menjaga Hablum minallah dan Hablum minannas, maka jangan berharap keadaan bangsa kita akan menjadi Baldah Thoyyibah.

Pada momentum bulan kemerdekaan ini, dimulai dari diri kita, kita harus introspeksi diri, jangan hanya mengutuk pemerintah, tetapi juga harus mengutuk diri sendiri. Apakah kita telah berkontribusi untuk kebaikan negeri ini, atau sebaliknya kita ikut menjadi dalang kemunduran bangsa ini melalui peran-peran yang tidak menyumbang perbaikan-perbaikan.

Oleh karenanya kita harus berbuat, berkontribusi terhadap kebaikan sekecil apapun peran kita, karena setiap kebaikan akan melahirkan hadirnya kebaikan yang lain bahkan kebaikan itu memancar ke sekelilingnya. Ibarat seorang yang memasang lampu di jalan dihadapan rumahnya, ia tidak hanya menerangi pemilik rumah tetapi juga menerangi orang melewati jalan itu.

{ مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ }
[Surat An-Nahl: 97]

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Orang yang beramal baik tidak hanya mendapatkan kebaikan dunia tetapi juga mendapatkan pahala akhirat.

Oleh karena itu, kita perlu berazzam, untuk senantiasa berbuat baik dan bahkan terlibat dalam kerja kebaikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan orang baik lainnya. Kita berbuat baik sesuai dengan profesi dan peran kita;
Kepala rumah tangga, melalui peran keluarga.
Seorang pekerja٫ melalui kerja yang halal dan memberi maslahat kepada orang banyak.
Pejabat pemerintah, dengan kebijakan yang memberi maslahat kepada warganya
Pendidik, dengan meningkatkan wawasan ketakwaan dan wawasan kebangsaan
Warga masyarakat, dengan menjadi masyarakat yang baik dan adil, serta berkomitmen membantu pemerintah yang unggul dan berkemajuan.
Dll.

Semangat bulan safar adalah bukan hanya memberi bubur safar, konteks kekinian memberi jalan kemaslahatan bangsa.

Selain itu kebaikan yang muncul dari dalam diri, tidak hanya memberi jalan kebaikan bagi orang lain, tetapi jalan kebaikan bagi diri pribadi dunia dan akhirat.

{ إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَاۚ فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ ٱلۡأٓخِرَةِ لِيَسُـُٔواْ وُجُوهَكُمۡ وَلِيَدۡخُلُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوۡاْ تَتۡبِيرًا }
[Surat Al-Isra’: 7]

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *